Semenjak gua menjalani kehidupan baru gua … ceileh, yaitu sebagai pegawai. Gua jadi lebih banyak mengetahui seluk beluk tentang kota yang jadi persinggahan segala kewajiban pekerjaan gua. Mana lagi kalo bukan JAKARTA. Yup, nama yang udah gak asing buat kita denger. Banyak keliput dimedia massa, sering disebut-sebut disetiap obrolan pagi para penghuni kota tersebut mulai dari kalangan bawah, menengah sampai kalangan yang udah selangit finansialnya. Yang menjadi tajuk pembicaraannya itu pun beraneka ragam rupanya. Secara JAKARTA gitu loh. Jakarta itu kota yang engga pernah tidur bung, Jakarta itu kota yang banyak lampu merahnya bung, Jakarta juga sering disebut tempat yang banyak terjadi transaksi uang panasnya. Katanya itu ya. Tapi jujur aja itu semua bukan yang mau gua bahas. Haha. Ngapain gua sebutin ye.
Setiap pagi gua berangkat waktu mata masih banget manja buat dibikin merem, tapi mau gimana lagi. Gua harus pegang komitmen. Uwooopoooooo . . . eh tapi serius ini. Gua sengaja berangkat pagi buta karena emang gua takut terlambat, apalagi pas ditengah jalan kejebak macet yang berkepanjangan dan gak ada abisnya kaya sinetron Tersanjung jaman dulu yang kini udah masuk guiness book of rempongs. Awalnya gua berfikir macet itu ya kalo gua berangkat siangan dari rumah. Makanya gua putuskan berangkat agak pagian. Baru aja masuk perbatasan Depok - Jakarta, udah keliatan pemandangan yang sungguh tidak mengenakkan pantat. Muaceeeetttt braaaayyyyy. Gua harus selalu menyabarkan diri buat nginjek rem terus menerus. Maju kedepan, mundur kebelakang, geser kesamping, naek ke atas, turun ke bawah cuma beberapa meter, langsung kena macet lagi. Jujur aja gua kesel, kepala mau pecah. Tapi inilah realitanya. Kata pertama yang keluar kalo ada orang yang ditanya dengan pertanyaan “Apa sih yang identik dengan Jakarta ?” MACETNYA !