Waktu itu suatu pagi di hari merah, maksud saya tanggal merah pada kalender. Ini sudah lumayan siang tetapi banyak juga yang mengatakan ini masih terlalu pagi untuk hari libur. Hari ini adik saya mempunyai rutinitas yang sudah menjadi kewajibannya dalam satu waktu dalam seminggu, membersihkan rumah bagi si peliharaan ibunda dan adik bontot saya, yaitu kandang hewan kecil yang mereka beri julukan Gayus dan Tambun, mengapa mereka diberi nama seperti seorang tokoh yang pernah malang melintang diharian ibukota maupun media elektronik. Karena pada waktu ibunda membeli mereka, nama itulah yang sedang gencar dipermasalahkan dan diberitakan. Mereka itu pasangan, ada jantan maupun wanita tentunya. Gayus berperan sebagai sang jantan sedangkan Tambun sebagai betina, karena memang sudah begitu kodratnya.
Mereka mempunyai sebutan hamster, ohh ternyata itu nama dari spesies hewan tersebut. Kata hamster terdengar seperti merk-merk pakaian mahal yang dibuat menggunakan bahan elite yang sangat sulit didapat di bagian negri manapun. Awalnya menurut saya hamster itu sama dengan marmut, namun argumen saya rapuh dan mudah ditentang oleh adik saya, menurutnya hamster itu ya hamster sedangkan marmut ya marmut, ia memberikan alasan yang masuk akal mengenai perbedaan volume tubuh kedua jenis hewan tersebut. Hamster itu mempunyai tubuh mungil dan akan seperti itu sampai uzur, berbeda dengan marmut yang masih bayi pun sudah mempunyai postur tubuh lebih besar dari hamster dewasa. Entah benar atau tidak analisa dari bocah yang duduk dikelas satu SMP ini, namun saya dapat menerima masukannya dengan alasan logis untuk dicerna.
Pertama kali saya melihat saya pikir mereka ini masih berumur balita tetapi ternyata mereka ini sudah pasutri katanya, dan bisa saja suatu hari sang betina akan melahirkan. Wow ternyata memang sangat mungil tubuhnya. Mendengar kabar bahwa mereka ini adalah pasangan langsung saja terlintas dipikiran saya, apakah hamster yang dikatakan sebagai pejantan memiliki kewajiban kepada sang betina, seperti halnya manusia sebagai suami untuk memberi nafkah kepada istrinya. Tetapi mereka kan didalam kandang, apa dong yang harus dilakukan sang jantan didalam kandang. Apa mungkin bercocok tanam, tetapi serutan kayu yang dipakai sebagai alas dari rumah mereka tidak mengandung unsur hara yang cocok untuk menanam sesuatu.
Apa mungkin sang jantan memiliki laptop dan ia hanya berada diruang kerjanya sambil membuat laporan untuk dikirim melalui internet kepada atasannya dikantor setiap hari. Atau mungkin si jantan ini hanya menghibur sang betina didalam kandang agar si betina dapat tersenyum dan tidak akan merasakan jenuh dengan keadaan mereka, sambil menghibur si jantan mengimami betina untuk terus berdoa agar sang majikan mereka ingat untuk memberi mereka biji bunga matahari secara rutin yang berperan sebagai asupan gizi untuk mereka. Lain hal dengan cara pandang saya kepada si betina, sudah kodrat kaum betina atau wanita untuk mengandung dan melahirkan, jadi saya dapat menoreh suatu argumen untuk si betina bahwa ia adalah ibu rumah tangga.
Lantas apabila mereka akan mempunyai anak, pada hari sebelum kelahirannya apakah mereka mempersiapkan segala sesuatu yang harus disiapkan oleh para orang tua dalam rangka menyambut kedatangan anaknya di dunia. Seperti mungkin popok atau susu dan sebagainya. Mungkin saya sudah gila membahas hal yang dipandang sebelah mata ini atau bahkan tidak terlihat sama sekali untuk dijadikan konsumsi manusia umunya dalam bermasyarakat. Apabila ada seorang suami yang hanya dapat berdoa untuk kemajuan rumah tangganya tanpa ada tindakan ataupun usaha darinya untuk menjalankan kewajibannya sebagai suami, bisa dikategorikan seperti hamster. Jika saja hamster ada di alam bebas, mungkin ia akan bertindak lebih dewasa dari para manusia yang pemalas. Padahal tingkat kesempurnaan makhluk seperti hamster jauh lebih rendah dibanding dengan manusia yang disebut makhluk paling sempurna.
Oleh : Bang Adam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar