Selasa, 25 Januari 2011

Pedasnya Si Cabai

Belum juga berakhir kisah miris yang terilis sudah di dalam bangsaku ini, merintih kembali mereka para anak asuh ibu pertiwi ini. Tak hentinya dirundung oleh berbagai macam ancaman mental maupun secara fisik. Yang baru saja naek pamornya karena tersandung kasus penyelewengan pajak, pelaku berinisial GT, siapa sih yang gak tau dia, siapa juga yang enggak diselimuti kemarahan apabila tau kelakuan dia selama ini.  Seorang tahanan negara karena sudah merugikan bangsa dengan penipuannya dapat bebas berjalan-jalan, bertamasya sampai ke luar negri. Saya sih enggak mau bahas bagaimana cara dia meloloskan diri dari kokohnya fisik para penjaga rutan, karena akan panjang urusan dalam hal berceritanya, belum lagi menyeret beberapa nama ya sama saja membicarakan orang lain. Saya takut apa yang saya lontarkan berbeda dengan kenyataannya, nanti malah saya yang tertimpa dosanya.
Berpaling dari kasus si GT ini, kita melirik ke arah sembako, emhh cabe itu termasuk dalam golongan sembako atau hanya pelangkap saja. Saya enggak tau domisili itu cabe dengan pasti, yang saya tau cabe itu rasanya pedas. Nah untuk keadaan saat ini ternyata predikat pedas pada cabe bukan hanya dapat ditujukan kepada rasanya saja tetapi ia mulai melontarkan ke”pedes”annya sampai kepada nilai jual. Bahkan kabar terakhir yang saya dengar harga cabe mencapai sembilan puluh ribu per kilogramnya, angka yang teramat fantastis bukan. Gila memang mengingat peran si cabe ini dalam aktivitasnya di dalam dapur sangat dibutuhkan oleh para pengolah makanan. Bagi saya juga sambal itu sangat penting untuk penyedap santapan setiap sajiannya.

Ribut gonjang-ganjing tentang isu akan ditutupnya jejaring sosial facebook, atau juga kasus yang lagi disorot oleh para peminat tekhnologi di negri ini, ya benar masalah distribusi BlackBerry. Kayanya sudah bukan masalah distribusinya lagi deh, melainkan sudah pada produknya tersebut yang dikaitkan dengan situs porno. Akh enggak tau deh gimana kelanjutannya tentang kemirisan si BB itu, toh saya juga bukan salah seorang penggunanya. Apa sudah tidak ada yang mau “mengakali” masalah cabe hey ?!! Mau sampai kapan seperti ini, saya ambil kasus kecil tentang warung tegal atau yang akrab di sapa warteg. Pada warung makan seperti ini cabe pasti sangat dibutuhkan, seperti saya apabila makan diwarteg pasti selalu memakai sambel sebagai pelengkap. Harga cabe yang digunakan sebagai bahan utama sambal saja sedang melambung tinggi.

Mungkin para pengusaha warteg ini juga sedang bingung, bahasa kasarnya sih “mau gua naikin harga setiap porsi pasti dihujam protes dari pada pelanggan, kalo enggak gua naekin bisa tipis keuntungan gua, secara harga cabe udah enggak kenal ampun”. Saya sih enggak bakal setuju kalau harga warteg harus naik, tapi mereka juga butuh modal. Lalu siapa yang harus dibilang egois atau tidak kenal istilah tanggung jawab. Ohh Tuhan berikan pencerahan untuk negeri ini !!!


Oleh : Bang Adam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar