Ini kisah beberapa tahun silam, kalau tidak salah ini cerita ketika saya masih duduk dibangku SMP. Pada kisah ini terdapat peran saya dengan ketiga teman rumah saya, yaitu kip, endi dan oceh. Pada masa itu sedang giatnya kami mengotori tembok bersih yang dimiliki rumah orang lain, dengan modal diatas dua puluh ribu kami sudah mendapatkan amunisi untuk hura-hura mengundang huru-hara. Dengan dipersenjatai semprotan berwarna kami memulai menggoreskan dinding dengan menuliskan nama sekolah kebanggaan kami. Kami memulainya dari depan komplek, ini terjadi disaat keadaan sedang lengang, yaiyalah bisa bonyok kami apabila dengan lantang mencoret dinding rumah orang lain disaat keadaan lalu lalang orang terbentang.
Padahal kami sadar, kamipun akan marah apabila tembok rumah kami sendiri diperlakukan seperti ini oleh orang lain. Tapi lagi-lagi setan memenangkan jalan pikiran kami. Dengan bangga kami mempersembahkan suguhan tidak menawan, tidak pula anggun dipinggir jalan. Kami memilih dipinggir jalan dengan alasan agar orang dapat melihat dengan jelas karya kami di keesokan harinya. Kami memilih “berkarya” jauh dari lingkungan rumah, karena kami tidak mau dicap jelek oleh tetangga dekat rumah. Tapi tiba-tiba ada seorang dari kami (saya lupa siapa) mempunyai daya pikir yang cemerlang, ia memberikan masukan untuk mencoret dinding dekat lingkungan rumah kami. Alhasil dengan kejayaan setan kembali, kamipun berangkat sambil riang bercanda.
Sampailah kami pada tempat yang dituju, saya dan endi tidak mau ikutan mencoret didaerah ini, kami lebih memilih duduk di pos ronda RT kami yang berjarak hampir dua puluh meter dari TKP, sambil melihat kip dan oceh beraksi. Kip memulai mencoret dan oceh berperan sebagai pemantau, sedangkan saya berdua hanya dapat melihat sambil tertawa-tawa seolah-olah tidak mengetahui apa yang sedang kip dan oceh kerjakan. Kebetulan rumah tersebut beda RT dengan kami. Tiba-tiba saja ada suara seorang bapak yang menegur mereka, lalu bapak tersebut keluar dan mencoba mengejar. Berlarilah kip dan oceh dengan kencang untuk melintas jalan didepan pos ronda, terlihat sang bapak juga masih berlari untuk mengejar.
Dan apa yang terjadi, bukannya berlaga tidak kenal dan tidak tau apa yang dilakukan kip dan oceh, karena memang jarak kami lumayan jauh. Endi malah ikut lari, yaa alhasil saya juga ikut larilah. Bisa habis saya kalau tertinggal sendiri. Kami lari berpencar, ada yang memutar arah dan langsung pulang kerumah, ada yang bersembunyi diselokan. Saya memilih untuk terus lari, seketika saya berpikir “ah mana mungkin tuh bapak masih ngejar, kurang kerjaan banget”. Setelah mendapati pikiran seperti itu sayapun langsung memperlambat laju kaki saya. Tiba-tiba saja Duueerrrrr ... bapak tersebut mendapatkan saya. Diapun melotot dan mengeluarkan puluhan pertanyaan yang saya jawab dengan kalimat “saya enggak tau apa-apa”. Haha konyol memang, kaget bercampur nge-down.
Setelah puas memarahi saya, si bapakpun memilih pulang. Lemas yang saya rasa, dari empat orang anak ini kenapa mesti saya yang tertangkap. Takdir sudah berbicara, saya memutuskan untuk mencari angin segar dengan berjalan-jalan disekitar komplek. Dijalan saya bertemu endi yang sedang menggoes sepeda dengan tenangnya. Dan sayapun menceritakan apa yang telah terjadi, diapun merespon dengan tertawaan yang terdengar sangat puas. “Eh kampret, ini kan gara-gara lu. Coba tadi gak lari dari pos, gak bakal kejadian kaya gini.” ujar saya. Sebernarnya yang harus disesali sih ya kelakuan dari awal, kenapa kita harus corat-coret. Akhirnya saya deh yang manen buahnya. Sempak !
Oleh : Bang Adam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar