Malam ini di dalam kamar, saya lihat keluar ke arah jendela, tidak ada matahari yang menampakkan dirinya, yaiyalah ini kan sudah malam, mana ada matahari. Sejenak berfikir jadi apa saya setelah lulus nanti, IP enggak ketulungan naik turunnya, kemampuan enggak begitu terkopetensikan (tau deh bener apa enggak tulisannya, emangnya saya pikirin), belum lagi permintaan dari setiap perusahaannya nanti yang mau ini mau itu. Enggak cuma perusahaan, warung kelontong juga apabila mencari karyawan pasti menoleh pada mereka yang memiliki keuletan dan kemampuan yang mantap. Pusing emang kalau diputer lagi nih ingatan kembali ke masa dimana saya menentukan jurusan pada tahap awal kuliah. Kenapa harus ini, kenapa enggak yang itu. Maklumlah usia muda tidak terlalu matang untuk berfikir ke arah depan, yang ia tau cuma berangkat kuliah dan meminta uang bayaran saat waktunya tiba.
Apa bisa saya membanggakan orang tua saya, padahal sampai saat ini belum bisa menunjukkan prestasi dalam bidang pendidikan. Apa bisa juga saya menghasilkan penghasilan yang sekiranya diatas rata-rata sarjana pada umumnya. Geleng-geleng sambil tertunduk malu, itu pasti bahasa tubuh yang saya keluarkan. Down .. down .. down .. benar-benar pusing saya dibuatnya. Rubah posisi saya menaruh badan untuk celentang diatas kasur. Lagi-lagi kepikiran umur berapa saya bisa melamar seorang wanita yang kelak akan jadi ibu dari anak-anak saya. Bisa membelikan mereka rumah yang layak untuk disebut tempat tinggal, tidak seperti rumah-rumah yang terdapat dibantaran kali disana itu, tidak terlihat seperti rumah, tetapi bagi “mereka” itu rumah, enggak tau deh nyaman apa gelisah yang mereka rasa.
Bisa juga gak ya saya memberangkatkan orang tua saya untuk pergi haji (amien Ya Allah). Ini memang bisa disebut sebuah dilema, bikin hati jadi gak tenang, bikin badan gemeteran, bikin males makan, malas mandi, malas kuliah (bukan jadi alasan). Tapi seharusnya (kata mereka) ini menjadi sebuah motivasi, ya bisa dikatakan ini menjadi sebuah cita-cita atau target untuk hari esok, esok dan esoknya lagi. Seharusnya (kata mereka) kita harus penuh semangat untuk mewujudkannya. Emang sih perasaan semangat yang amat membara kadang-kadang muncul sampai-sampai saya merasa seperti rambo yang sedang ikut berperang. Tapi tidak bisa dielakkan juga rasa semangat itu mudah pudar dengan sendirinya.
Mana semangat mudamu ? Hah itu kan celotehan jaman dulu atuh, sekarang anak muda sudah ngebelakangin yang namanya realita, lebih menggantungkan hidupnya pada apa yang orang tua punya. Jadi susah deh buat jadi dewasa. Tapi sifat penuh semangat dan dewasa dalam menyikapi masalah hidup harus segera dimiliki. Semoga ini bukan hanya menjadi sebuah wacana tanpa akhir yang bahagia. Dimana malumu hey kawula muda ?!!
Oleh : Bang Adam